Minggu, 19 April 2015

Peranan Palang Merah Remaja dalam Menangkal Paham Radikalisme



 PMR Wira Unit 245 - Tak bisa dipungkiri bahwa banyak umat Muslim Indonesia memahami Islam dalam perspektif radikalisme. Mereka menggunakan beberapa cara untuk menyebarkan radikalisme ini melalui organisasi kader, ceramah di masjid-masjid yang dikelola dengan kendali mereka, penerbitan majalah, booklet dan buku, dan melalui berbagai situs di internet. Akibatnya, radikalisme Islam telah memasuki sebagian besar sekolah di beberapa daerah. Jika hal ini tidak segera diantisipasi, maka dapat membantu dalam menumbuhkan sikap intoleransi di kalangan siswa yang bertentangan dengan tujuan pendidikan agama itu sendiri.

Istilah radikalisme berasal dari bahasa Latin “radix” yang artinya akar, pangkal, bagian bawah, atau bisa juga berarti menyeluruh, habis-habisan dan amat keras untuk menuntut perubahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) radikalisme berarti (1) paham atau aliran yang radikal dalam politik; (2) paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; (3) sikap ekstrem dalam aliran politik.

Penyebab Radikalisme Agama

Peningkatan radikalisme keagamaan banyak berakar pada kenyataan kian merebaknya berbagai penafsiran, pemahaman, aliran, bahkan sekte di dalam (intra) satu agama tertentu. Menurut Azyumardi Azra, di kalangan Islam, radikalisme keagamaan itu banyak bersumber dari :

1.       Pemahaman keagamaan yang literal, sepotong-sepotong terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Pemahaman seperti itu hampir tidak memberikan ruang bagi akomodasi dan kompromi dengan kelompok-kelompok muslim lain yang umumnya moderat, dan karena itu menjadi arus utama (mainstream) umat. Kelompok umat Islam yang berpaham seperti ini sudah muncul sejak masa al-Khulafa’ al-Rasyidunkeempat Ali ibn Abi Thalib dalam bentuk kaum Khawarij yang sangat radikal dan melakukan banyak pembunuhan terhadap pemimpin muslim yang telah mereka nyatakan ‘kafir’.

2.       Bacaan yang salah terhadap sejarah Islam yang dikombinasikan dengan idealisasi berlebihan terhadap Islam pada masa tertentu. Ini terlihat dalam pandangan dan gerakan Salafi, khususnya pada spektrum sangat radikal seperti Wahabiyah yang muncul di Semenanjung Arabia pada akhir abad 18 awal sampai dengan abad 19 dan terus merebak sampai sekarang ini. Tema pokok kelompok dan sel Salafi ini adalah pemurnian Islam, yakni membersihkan Islam dari pemahaman dan praktek keagamaan yang mereka pandang sebagai ‘bid’ah’,yang tidak jarang mereka lakukan dengan cara-cara kekerasan. Dengan pemahaman dan praksis keagamaan seperti itu, kelompok dan sel radikal ini ‘menyempal’ (splinter) dari mainstream Islam yang memegang dominasi dan hegemoni otoritas teologis dan hukum agama dan sekaligus kepemimpinan agama. Karena itu, respon dan reaksi keras sering muncul dari kelompok-kelompok ‘mainstream’, arus utama, dalam agama. Mereka tidak jarang mengeluarkan ketetapan, bahkan fatwa, yang menetapkan kelompok-kelompok sempalan tersebut sebagai sesat dan menyesatkan. Ketetapan atau fatwa tersebut dalam prakteknya tidak jarang pula digunakan kelompok-kelompok mainstream tertentu sebagai dasar dan justifikasi untuk melakukan tindakan main hakim sendiri.

3.       Deprivasi politik, sosial dan ekonomi yang masih bertahan dalam masyarakat. Pada saat yang sama, disorientasi dan dislokasi sosial-budaya, dan ekses globalisasi, dan semacamnya sekaligus merupakan tambahan faktor-faktor penting bagi kemunculan kelompok-kelompok radikal. Kelompok-kelompok sempalan tersebut tidak jarang mengambil bentuk kultus (cult),yang sangat eksklusif, tertutup dan berpusat pada seseorang yang dipandang kharismatik. Kelompok-kelompok ini dengan dogma eskatologis tertentu bahkan memandang dunia sudah menjelang akhir zaman dan kiamat; sekarang waktunya bertobat melalui pemimpin dan kelompok mereka. Doktrin dan pandangan teologis-eskatologis seperti ini, tidak bisa lain dengan segera dapat menimbulkan reaksi dari agama-agama mainstream, yang dapat berujung pada konflik sosial. Radikalisme keagamaan jelas.

 Palang Merah Remaja secara tidak langsung membantu menangkal paham-paham radikal. Dalam organisasi terkhusus palang merah remaja, anggota dipacu untuk meluangkan waktu kosongnya untuk melakukan berbagai hal yang positif.
Anggota juga dapat melakukan interaksi sesama anggota untuk menambah wawasan. Hal ini dapat mencegah pemahaman yang sepotong dan pemahaman dangkal yang merupakan pemicu paling besar terhadap keinginan remaja untuk menganut pemahaman radikal.
Palan merah remaja juga bergerak berdasarkan prinsip-prinsip dasar gerakan palang merah. Hal ini juga dapat mencegah paham radikalisme. seperti
  • Kesamaan
    Gerakan memberi bantuan kepada orang yang menderita tanpa membeda-bedakan mereka berdasarkan kebangsaan, ras, agama, tingkat sosial, atau pandangan politik. Tujuannya semata-mata ialah mengurangi penderitaan orang lain sesuai dengan kebutuhannya dengan mendahulukan keadaan yang paling parah.
  • Kenetralan
    Gerakan tidak memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, ras, agama, atau ideologi.
prinsip-prinsip tersebut mengajarkan anggota toleransi tinggi terhadap ras, agama ataupun ideologi. Anggota dituntut untuk netral, dan pengaplikasian prinsip dasar gerakan ini dalam kehidupan sehari-hari dapat mencegah anggota untuk menghindari paham-paham radikal


Tidak ada komentar:

Posting Komentar