PMR Wira Unit 245 - Tak bisa dipungkiri bahwa banyak umat Muslim Indonesia
memahami Islam dalam perspektif radikalisme. Mereka menggunakan beberapa cara
untuk menyebarkan radikalisme ini melalui organisasi kader, ceramah di
masjid-masjid yang dikelola dengan kendali mereka, penerbitan majalah, booklet
dan buku, dan melalui berbagai situs di internet. Akibatnya, radikalisme Islam
telah memasuki sebagian besar sekolah di beberapa daerah. Jika hal ini tidak
segera diantisipasi, maka dapat membantu dalam menumbuhkan sikap intoleransi di
kalangan siswa yang bertentangan dengan tujuan pendidikan agama itu sendiri.
Istilah radikalisme berasal dari bahasa Latin “radix” yang
artinya akar, pangkal, bagian bawah, atau bisa juga berarti menyeluruh,
habis-habisan dan amat keras untuk menuntut perubahan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) radikalisme berarti (1) paham atau aliran yang radikal
dalam politik; (2) paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan
sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; (3) sikap ekstrem dalam
aliran politik.
Penyebab Radikalisme Agama
Peningkatan radikalisme keagamaan banyak berakar pada
kenyataan kian merebaknya berbagai penafsiran, pemahaman, aliran, bahkan sekte
di dalam (intra) satu agama tertentu. Menurut Azyumardi Azra, di kalangan
Islam, radikalisme keagamaan itu banyak bersumber dari :
1.
Pemahaman keagamaan yang literal,
sepotong-sepotong terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Pemahaman seperti itu hampir
tidak memberikan ruang bagi akomodasi dan kompromi dengan kelompok-kelompok muslim
lain yang umumnya moderat, dan karena itu menjadi arus utama (mainstream) umat.
Kelompok umat Islam yang berpaham seperti ini sudah muncul sejak masa al-Khulafa’
al-Rasyidunkeempat Ali ibn Abi Thalib dalam bentuk kaum Khawarij yang sangat radikal
dan melakukan banyak pembunuhan terhadap pemimpin muslim yang telah mereka
nyatakan ‘kafir’.
2.
Bacaan yang salah terhadap sejarah Islam yang
dikombinasikan dengan idealisasi berlebihan terhadap Islam pada masa tertentu.
Ini terlihat dalam pandangan dan gerakan Salafi, khususnya pada spektrum sangat
radikal seperti Wahabiyah yang muncul di Semenanjung Arabia pada akhir abad 18
awal sampai dengan abad 19 dan terus merebak sampai sekarang ini. Tema pokok
kelompok dan sel Salafi ini adalah pemurnian Islam, yakni membersihkan Islam
dari pemahaman dan praktek keagamaan yang mereka pandang sebagai ‘bid’ah’,yang
tidak jarang mereka lakukan dengan cara-cara kekerasan. Dengan pemahaman dan
praksis keagamaan seperti itu, kelompok dan sel radikal ini ‘menyempal’ (splinter)
dari mainstream Islam yang memegang dominasi dan hegemoni otoritas teologis dan
hukum agama dan sekaligus kepemimpinan agama. Karena itu, respon dan reaksi keras
sering muncul dari kelompok-kelompok ‘mainstream’, arus utama, dalam agama.
Mereka tidak jarang mengeluarkan ketetapan, bahkan fatwa, yang menetapkan
kelompok-kelompok sempalan tersebut sebagai sesat dan menyesatkan. Ketetapan
atau fatwa tersebut dalam prakteknya tidak jarang pula digunakan
kelompok-kelompok mainstream tertentu sebagai dasar dan justifikasi untuk
melakukan tindakan main hakim sendiri.
3.
Deprivasi politik, sosial dan ekonomi yang masih
bertahan dalam masyarakat. Pada saat yang sama, disorientasi dan dislokasi
sosial-budaya, dan ekses globalisasi, dan semacamnya sekaligus merupakan
tambahan faktor-faktor penting bagi kemunculan kelompok-kelompok radikal.
Kelompok-kelompok sempalan tersebut tidak jarang mengambil bentuk kultus (cult),yang
sangat eksklusif, tertutup dan berpusat pada seseorang yang dipandang kharismatik.
Kelompok-kelompok ini dengan dogma eskatologis tertentu bahkan memandang dunia
sudah menjelang akhir zaman dan kiamat; sekarang waktunya bertobat melalui
pemimpin dan kelompok mereka. Doktrin dan pandangan teologis-eskatologis
seperti ini, tidak bisa lain dengan segera dapat menimbulkan reaksi dari
agama-agama mainstream, yang dapat berujung pada konflik sosial. Radikalisme
keagamaan jelas.
Palang Merah Remaja secara tidak langsung membantu menangkal paham-paham radikal. Dalam organisasi terkhusus palang merah remaja, anggota dipacu untuk meluangkan waktu kosongnya untuk melakukan berbagai hal yang positif.
Anggota juga dapat melakukan interaksi sesama anggota untuk menambah wawasan. Hal ini dapat mencegah pemahaman yang sepotong dan pemahaman dangkal yang merupakan pemicu paling besar terhadap keinginan remaja untuk menganut pemahaman radikal.
Palan merah remaja juga bergerak berdasarkan prinsip-prinsip dasar gerakan palang merah. Hal ini juga dapat mencegah paham radikalisme. seperti
- Kesamaan
Gerakan memberi bantuan kepada orang yang menderita tanpa membeda-bedakan mereka berdasarkan kebangsaan, ras, agama, tingkat sosial, atau pandangan politik. Tujuannya semata-mata ialah mengurangi penderitaan orang lain sesuai dengan kebutuhannya dengan mendahulukan keadaan yang paling parah.
- Kenetralan
Gerakan tidak memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, ras, agama, atau ideologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar