INDONESIA
sangat banyak memiliki varian tumbuhan yang menghasilkan minyak, mulai dari
kelapa, kelapa sawit, jarak, dan masih banyak tumbuhan lain yang menghasilkan
minyak. Tumbuh-tumbuhan ini belum dimanfaatkan dengan baik. Hal ini terutama
tidak adanya penelitian teknologi terkait sumber daya hayati ini.
Padahal, bahan bakar alternatif dari tumbuhan sudah pasti akan menjadi bahan bakar ramah lingkungan paling dicari di masa depan. Ketika persediaan minyak bumi dunia semakin sedikit dan harga minyak dunia semakin mahal. Selain itu, minyak ini terbakarnya cenderung sempurna, terbakar teratur dan tanpa jelaga. ‘’Hal yang menarik adalah minyak ini dapat dihasilkan kembali.,’’ ucap siswi SMAN 1 Kabupaten Kuansing, Cyntia Novanda.
Sampai saat ini, pengelolaan terbesar atas tumbuhan adalah kelapa dan kelapa sawit. Namun minyak dari kedua jenis tumbuhan ini sudah ditetapkan sebagai minyak konsumsi, sehingga tidak ekonomis dijadikan bahan bakar. Selain harga akan lebih besar dijual sebagai bahan makanan, harga di pasar pun cenderung sudah tinggi. Ini menjadikan minyak dari kedua tumbuhan ini tidak ekonomis dan merugikan dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif.
Minyak jarak adalah minyak yang saat ini dilirik sebagai bahan bakar alternatif ramah lingkungan dan dapat diproduksi kembali. Namun sampai saat ini, industri dan perkebunan jarak tidak se-intensif kelapa dan kelapa sawit, selain adanya tekanan dari negara lain berupa kebijakan standarisasi yang mengacu kepada teknologi Eropa dan Amerika.
Menurut analisis kimia, bahan bakar beroksigen menimbulkan risiko oksidasi terhadap komponen mesin pemakai, dan kemungkinan oksidasi biologis yang mengakibatkan penyimpanan bahan bakar bio ini lebih sulit dari pada bahan bakar minyak bumi.
“Meskipun demikian, minyak jarak sangat memiliki prospek ke depan yang lebih cerah sebagai bahan bakar alternatif ramah lingkungan. Untuk itu, tidak ada salahnya dikembangkan demi kehidupan yang lebih baik bagi lingkungan sekitar,” ucap siswi SMAN Pintar Kabupaten Kuansing, Tria Marta Gusnisa.
Jarak (Ricinus communis) adalah tumbuhan liar setahun (annual) dan biasa terdapat di hutan, tanah kosong, di daerah pantai, namun sering juga dikembangbiakkan dalam perkebunan. Tanaman ini tergolong tanaman perdu, memiliki daun tunggal menjari antara 7 - 9, berdiameter 10-40 cm.
Minyak jarak adalah minyak nabati yang diperoleh dari ekstraksi biji tanaman jarak (Ricinus communis). Dalam bidang farmasi dikenal pula sebagai minyak kastroli. Sejenis tanaman pagar yang dapat hidup dan ditanam dimana saja dengan lingkungan tanah yang tidak suburpun tetap hidup, sehingga pengelolaanya sangat mudah dan tidak perlu biaya yang besar untuk merawatnya.
“Minyak ini serbaguna dan memiliki karakter yang khas secara fisik. Pada suhu ruang minyak jarak berfasa cair dan tetap stabil pada suhu rendah maupun suhu sangat tinggi, “ kata Mahasiswi FKIP Universitas Riau, Dwi Marita Febriani.Minyak jarak diproduksi secara alami dan merupakan trigliserida yang mengadung 90 persen asam ricinoleat. Minyak jarak juga merupakan sumber utama asam sebasat, suatu asam dikarboksilat.
Padahal, bahan bakar alternatif dari tumbuhan sudah pasti akan menjadi bahan bakar ramah lingkungan paling dicari di masa depan. Ketika persediaan minyak bumi dunia semakin sedikit dan harga minyak dunia semakin mahal. Selain itu, minyak ini terbakarnya cenderung sempurna, terbakar teratur dan tanpa jelaga. ‘’Hal yang menarik adalah minyak ini dapat dihasilkan kembali.,’’ ucap siswi SMAN 1 Kabupaten Kuansing, Cyntia Novanda.
Sampai saat ini, pengelolaan terbesar atas tumbuhan adalah kelapa dan kelapa sawit. Namun minyak dari kedua jenis tumbuhan ini sudah ditetapkan sebagai minyak konsumsi, sehingga tidak ekonomis dijadikan bahan bakar. Selain harga akan lebih besar dijual sebagai bahan makanan, harga di pasar pun cenderung sudah tinggi. Ini menjadikan minyak dari kedua tumbuhan ini tidak ekonomis dan merugikan dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif.
Minyak jarak adalah minyak yang saat ini dilirik sebagai bahan bakar alternatif ramah lingkungan dan dapat diproduksi kembali. Namun sampai saat ini, industri dan perkebunan jarak tidak se-intensif kelapa dan kelapa sawit, selain adanya tekanan dari negara lain berupa kebijakan standarisasi yang mengacu kepada teknologi Eropa dan Amerika.
Menurut analisis kimia, bahan bakar beroksigen menimbulkan risiko oksidasi terhadap komponen mesin pemakai, dan kemungkinan oksidasi biologis yang mengakibatkan penyimpanan bahan bakar bio ini lebih sulit dari pada bahan bakar minyak bumi.
“Meskipun demikian, minyak jarak sangat memiliki prospek ke depan yang lebih cerah sebagai bahan bakar alternatif ramah lingkungan. Untuk itu, tidak ada salahnya dikembangkan demi kehidupan yang lebih baik bagi lingkungan sekitar,” ucap siswi SMAN Pintar Kabupaten Kuansing, Tria Marta Gusnisa.
Jarak (Ricinus communis) adalah tumbuhan liar setahun (annual) dan biasa terdapat di hutan, tanah kosong, di daerah pantai, namun sering juga dikembangbiakkan dalam perkebunan. Tanaman ini tergolong tanaman perdu, memiliki daun tunggal menjari antara 7 - 9, berdiameter 10-40 cm.
Minyak jarak adalah minyak nabati yang diperoleh dari ekstraksi biji tanaman jarak (Ricinus communis). Dalam bidang farmasi dikenal pula sebagai minyak kastroli. Sejenis tanaman pagar yang dapat hidup dan ditanam dimana saja dengan lingkungan tanah yang tidak suburpun tetap hidup, sehingga pengelolaanya sangat mudah dan tidak perlu biaya yang besar untuk merawatnya.
“Minyak ini serbaguna dan memiliki karakter yang khas secara fisik. Pada suhu ruang minyak jarak berfasa cair dan tetap stabil pada suhu rendah maupun suhu sangat tinggi, “ kata Mahasiswi FKIP Universitas Riau, Dwi Marita Febriani.Minyak jarak diproduksi secara alami dan merupakan trigliserida yang mengadung 90 persen asam ricinoleat. Minyak jarak juga merupakan sumber utama asam sebasat, suatu asam dikarboksilat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar